Ahmad mulai berjalan di antara kabut di tepi danau. Seekor kodok tiba-tiba melompat di antara dua semak dan mendarat di atas batu tepat di depannya.
“Kamu hampir saja menginjakku!” si kodok mengeluh.
“Maaf,” ujar Ahmad. “Warnamu persis seperti dedaunan,
sampai-sampai aku tidak melihatmu, kodok kecil. Namaku Ahmad, dan aku sedang
berjalan-jalan di sini.”
Kodok itu tersenyum: “Senang sekali bertemu denganmu, Ahmad. Wajar saja kalau
kamu tidak melihatku. Aku hidup di antara semak-semak ini, dan warnaku senada
dengan warna dedaunan. Dengan cara itu, musuh-musuhku tidak dapat melihatku,
seperti kamu. Aku dapat bersembunyi dari mereka dengan mudah.”
Ahmad berpikir sejenak. “Ya, tapi bagaimana kalau mereka melihatmu?
Lalu, apa yang kamu lakukan?”
“Kalau kamu perhatikan dengan teliti,” kata kodok itu, sambil
mengangkat sebelah kakinya, “Kamu akan melihat selaput di antara jari-jariku.
Ketika aku melompat, kubuka semua jariku. Dengan cara itu, aku dapat melayang di
udara. Kadang-kadang aku bisa terbang sampai 40 kaki (12 meter) dalam sekali
lompatan.”
“Lalu, bagaimana ketika kamu ingin mendarat?” Ahmad berpikir.
“Kugunakan kaki-kakiku ketika ku terbang. Kugunakan selaput kakiku
seperti parasut untuk melambatkan kecepatan badanku saat mendarat,” kodok itu
menjelaskan.
“Wah, itu sangat menarik,” Ahmad merenung. “Sebelumnya, aku tidak
pernah membayangkan kalau kodok bisa terbang.”
Kodok itu menyeringai. “Beberapa spesies kodok dapat terbang sejauh
mereka dapat berenang. Inilah rahmat yang diberikan Allah pada kami. Allah
menciptakan warna-warna kami sedemikian rupa untuk menyamarkan kami dalam
lingkungan tempat tinggal kami. Hal itu memungkinkan kami untuk bertahan hidup.
Jika Allah tidak menciptakan kami seperti ini, dengan segera kami akan terbunuh
oleh binatang-binatang lain.”
Ahmad melihat maknanya. “Selaput di antara jari-jarimu penting bagimu
agar bisa melompat dalam jarak yang jauh. Aku tidak punya selaput di kakiku
karena aku tidak memerlukannya. Kebutuhan setiap makhluk hidup berbeda-beda,
bukankah begitu?”
“Ya, kamu benar. Kamu menyatakannya dengan baik.”
Ahmad menjawab, “Allah menciptakan kita dengan cara terbaik untuk memudahkan
hidup kita. Kita semestinya bersyukur padaNya karena itu.”
“Benar, benar sekali, Ahmad,” temannya setuju. “Tuhan kita menciptakan semua
makhluk hidup sesuai dengan lingkungan tempat mereka hidup. Ia memberikan kita
apapun yang kita perlukan ketika kita dilahirkan.”
“Ya,” kata Ahmad. “Sekarang, kodok kecil, aku harus pergi. Kalau tidak, Ayahku
akan mengira sesuatu terjadi padaku. Senang sekali berbincang-bincang denganmu.
Jika di lain waktu aku datang ke sini, aku akan kembali mengunjungimu.”
“Aku akan menantimu. Senang juga bertemu denganmu. Selamat tinggal, Ahmad ...”
kodok itu berkuak sambil melompat kembali ke dalam semak, dan menghilang dari
pandangan Ahmad.
0 komentar :
Posting Komentar