Hari Minggu, Irfan berjalan-jalan di sebuah hutan dengan Ayahnya. Ketika tengah
berjalan, ia memikirkan betapa indahnya pepohonan dan seluruh alam semesta.
Ayahnya kemudian bertemu dengan seorang teman, dan ketika dua orang dewasa itu
bercakap-cakap, Irfan mendengar sebuah suara:
Tuk, tuk, tuk, tuk, tuk, tuk ... Suara itu datang dari sebuah pohon. Irfan
mendatangi burung yang membuat suara itu, dan bertanya:
“Mengapa engkau memukuli pohon dengan paruhmu seperti itu?”Burung itu menghentikan pekerjaannya, dan berbalik memandang Irfan. “Aku
seekor pelatuk,” jawabnya. “Kami membuat lubang di pepohonan, dan membangun
sarang-sarang kami di dalamnya. Kadang-kadang kami menyimpan makanan di dalam
lubang-lubang pohon ini. Lubang ini adalah lubang pertama buatanku. Aku akan
membuat ratusan lubang persis seperti ini.” Irfan memperhatikan lubang itu.
“Bagus. Tapi, bagaimana engkau menyimpan makanan di tempat sekecil ini?” Ia
berpikir.
“Sebagian besar burung pelatuk memakan biji ek. Biji-biji ini cukup kecil,”
si pelatuk menjelaskan. “Di dalam setiap lubang, aku akan meletakkan sebiji ek.
Dengan cara itu, aku dapat menyimpan cukup makanan untuk diriku sendiri.”
Irfan bingung. “Tapi, daripada capek-capek membuat puluhan lubang kecil
seperti ini,” katanya, “kamu bisa membuat sebuah lubang besar dan menyimpan
semua makananmu di sana.”
Burung pelatuk itu tersenyum. “Kalau itu kulakukan, burung-burung lain akan
datang dan menemukan tempat persediaan makananku. Mereka akan mencuri biji ek.
Lubang yang kubuat berbeda-beda ukurannya. Ketika kuletakkan biji ek yang
kutemukan ke dalam lubang, kusimpan sesuai dengan ukurannya. Ukuran biji ek
persis sebesar lubang buatanku. Dengan cara itu, biji ek dapat menempati lubang
dengan pas, dan rapat! Allah menciptakan paruhku sedemikian rupa sehinga aku
dapat mengeluarkan biji ek dengan mudah dari dalam lubang. Karena itu, aku dapat
mengambil dari pohon tanpa kesulitan apapun. Burung-burung lain tak dapat
melakukan itu, karenanya, makananku aman. Tentu saja, aku tak punya otak untuk
memikirkan semua itu. Aku ini cuma seekor pelatuk. Allah membuatku melakukan
semua ini. Allahlah yang mengajariku bagaimana menyembunyikan makananku. Allah
yang menciptakan paruhku dengan cara yang tepat untukku. Sesungguhnya, ini bukan
hanya terjadi padaku—semua makhluk hidup mampu melakukan hal-hal yang mereka
lakukan karena itulah cara yang diajarkan Allah pada mereka.”
Irfan setuju: “Engkau benar. Terimakasih telah memberitahu aku semua itu ...
Kamu mengingatkan aku pada kuasa Allah yang luarbiasa.”
Irfan mengucapkan selamat jalan pada teman kecilnya, dan kembali pada
Ayahnya. Ia sangat gembira karena ke manapun ia memandang, ia selalu melihat
keajaiban Allah lainnya.
0 komentar :
Posting Komentar